Gunakan Dana Non APBN, KCN Lanjutkan Pembangunan Pelabuhan Marunda

Kompas.com - 10/09/2019, 15:30 WIB
Anissa Dea Widiarini,
Mikhael Gewati

Tim Redaksi

Aktivitas bongkar muat barang curah di Pelabuhan Marunda, Jakarta Utara, Sabtu (31/8/2019).KOMPAS.com Aktivitas bongkar muat barang curah di Pelabuhan Marunda, Jakarta Utara, Sabtu (31/8/2019).

KOMPAS.com - Direktur Utama PT Karya Citra Nusantara ( KCN) Widodo Setiadi mengungkapkan, pembangunan seluruh dermaga pelabuhan Marunda akan tetap dilaksanakan hingga selesai dengan menggunakan dana non Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Widodo mengatakan, langkah itu sesuai dengan rekomendasi yang diberikan Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam).

Surat rekomendasi tersebut ditujukan kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Gubernur DKI Jakarta sebagai pemegang saham KBN, pada Jumat (3/11/2017).

Melalui rekomendasinya, Kemenko Polhukam menjelaskan, pembangunan pelabuhan Marunda oleh KCN harus tetap berjalan demi kepastian investasi PT Karya Teknik Utama (KTU).

Baca juga: Asosiasi Logistik Indonesia Usulkan Pelabuhan Marunda Naik Kelas

Dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (10/9/2019) dijelaskan, KTU merupakan pemegang 85 persen saham KCN. Sementara itu, 15 persen saham lainnya dimiliki oleh PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN).

Tak hanya itu, dalam rekomendasi tersebut juga dijelaskan, bibir pantai yang direvitalisasi untuk membangun pier 1 hingga 3 adalah aset KCN.

Rekomendasi serupa diberikan pula oleh Satgas Percepatan Efektifitas Pelaksanaan Kebijakan Ekonomi dalam kelompok kerja (Pokja) IV, yang menyatakan pembangunan pelabuhan Marunda oleh KCN adalah proyek strategis nasional.

Aktivitas bongkar muat berkurang

Selain itu, menurut Widodo, pelaksanaan pembangunan pelabuhan tetap dilaksanakan agar aktivitas bongkar muat barang tidak terganggu.

“Adanya perbedaan pendapat antar pemegang saham telah menyebabkan aktivitas bongkar muat barang menjadi terganggu dan berkurang hingga 60 persen,” ujar Widodo, Selasa (3/9/2019).

Hal itu, lanjut Widodo, tentunya akan mempengaruhi omzet dan fee konsesi yang dibayarkan kepada negara.

Sesuai peraturan, KCN wajib membayar fee konsesi sebesar 5 persen dari pendapatan bruto perusahaan, atau sekitar Rp 5 miliar setiap tahunnya.

Fee yang dibayarkan KCN merupakan fee terbesar kedua dari total 19 pelabuhan dengan skema konsesi. Rata-rata pelabuhan lainnya membayar konsesi sebesar 2,5 persen dari pendapatan bruto.

Baca juga: Asosiasi Logistik Indonesia Dukung Proyek Pembangunan Pelabuhan Marunda

“Skema konsesi harus dilaksanakan karena kami tunduk kepada perundang-undangan dibidang kepelabuhanan yang berada di bawah wewenang kementerian perhubungan,” paparnya.

Hal itu sesuai dengan Undang-undang UU No. 17 Tahun 2008, tentang pelayaran sebagai persyaratan untuk sebuah Badan Usaha Pelabuhan (BUP) agar dapat terus melakukan kegiatan jasa kepelabuhanan. Hasil konsesi yang diperoleh otoritas pelabuhan merupakan pendapatan negara.

Bagikan artikel ini melalui
Oke