JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah berharap adanya omnibus law dapat mengurangi kendala investasi.
"Kami harap hambatan investasi berkurang cukup banyak dan bisa terus mendorong investasi Indonesia," kata Piter kepada Kompas.com, Jumat (31/1/2020).
Sebelumnya, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto bertemu Ketua DPR RI Puan Maharani di Kompleks Parlemen, Rabu (29/1/2020).
Sehari setelahnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani juga bertemu dengan Puan Maharani.
Para menteri datang ke gedung DPR RI terkait rencana pemerintah menyerahkan draft omnibus law Cipta Lapangan Kerja dan Perpajakan.
Baca juga: Jokowi Tak Ingin Ada Penumpang Gelap di Omnibus Law
Piter menyebut ada sejumlah faktor di luar regulasi yang menghambat investasi, salah satunya adalah birokrasi.
Selama ini, mental birokrat yang buruk dianggap sebagai faktor penyebab terhambatnya laju investasi di Indonesia.
“Selain birokrasi, person-nya sendiri bisa jadi penghambat. Regulasinya sudah bagus, tapi sosok-sosok di balik mejanya itu juga bisa menghambat,” jelasnya.
Hambatan-hambatan itu, ia melanjutkan, belum termasuk “hantu-hantu” penjegal iklim investasi di Indonesia.
Baca juga: Sri Mulyani ke DPR, Bahas Omnibus Law RUU Perpajakan dengan Puan Maharani
“Yaitu hantu-hantu di pengadilan, hantu berdasi di legislatif, dan hantu di yudikatif,” katanya.
Ketidakkonsistenan pemerintah, imbuh dia, juga menjadi masalah besar dalam investasi.
Piter mencontohkan, keluarnya Samsung dari ranah investasi juga dikarenakan pemerintah tidak konsisten.
Batalnya Samsung berinvestasi membuat Indonesia kehilangan banyak peluang. Selain soal Samsung, Piter juga mencontohkan Unilever di Kuala Tanjung.
Baca juga: BKPM Bandingkan Urus Investasi di Vietnam dan RI, Apa Bedanya?
“Unilever sudah investasi Rp 50 miliar, tetapi apa yang sudah dijanjikan oleh pemerintah juga tidak kunjung dipenuhi, padahal mereka sudah investasi,” ujarnya.
Ia menilai ketidakkonsistenan kebijakan seringkali melukai investor, termasuk juga ketidakpastian hukum.
Piter juga menanggapi soal pembangunan Pelabuhan Marunda yang melibatkan PT Karya Citra Nusantara ( KCN).
Dalam proyek infrastrukutur non APBN itu, KCN berseteru dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN).
Baca juga: Pemegang Saham PT KCN Kembali Ajukan Penundaan RUPS-LB
Berlarut-larutnya sengketa antara KBN dengan anak usahanya sendiri yaitu KCN, justru membuat para investor enggan berinvestasi ke Indonesia.
“Ini yang menjadi masalah. Kalau kita berada di dunia yang penuh kepastian, gugat menggugat menjadi satu solusi,” terangnya.
Persoalannya, lanjut Piter, kepastian hukum di Indonesia tidak jelas. Gugatan justru semakin menambah biaya tanpa suatu kepastian untuk mendapatkan apa yang menjadi hak.
“Jadi menurut saya, ini juga sekaligus menjadikan bukti bahwasanya omnibus law saja tidak cukup, karena tidak bisa menggaransi adanya kepastian hukum,” imbuhnya.
Baca juga: Para Pemegang Saham PT KCN Mengupayakan Damai
Namun demikian, Piter menegaskan omnibus law merupakan gebrakan Presiden Jokowi yang patut diapresiasi.
“Kalau berpikirnya terbalik nanti bilang, ah omnibus law ternyata tidak menjamin. Enggak usah ada omnibus law. Cara berpikir seperti itu salah juga,” katanya.
Kalau dengan omnibus law saja tidak cukup, lanjut Piter, bukan berarti tidak dibutuhkan.
“Justru yang dipikirkan adalah omnibus law harus kita adakan, dan kemudian diikuti dengan perbaikan di hal-hal lainnya,” tegasnya.
Baca juga: BKPM Selesaikan 9 Investasi Mangkrak Senilai Rp 189 Triliun
Sementara itu, Kepala Badan Koordinator Penanaman Modal ( BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan agar iklim investasi kondusif, BKPM telah menambah metodologi pengawasan investasi.
“Tidak hanya bagaimana mempromosikan negara, tapi bagaimana mengawal sampai kemudian izinnya ada, sampai financial closing, sampai eksekusi di lapangan dan memastikan bahwa investasi tersebut bisa berproduksi,” katanya.