KOMPAS.com - Perbaikan iklim investasi Indonesia mestinya juga didukung Badan Usaha Milik Negara ( BUMN) dengan membuka peluang kerja sama dengan pihak swasta.
Selain aturan yang jelas, kerja sama tersebut juga harus saling menguntungkan kedua belah pihak.
“Kontrak-kontrak BUMN dengan swasta biasanya merugikan swasta. Di mana Anda bisa mengharapkan BUMN membantu swasta? Justru BUMN mencekal swasta,” kata mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Hamid Awaludin dalam Investment Talk yang dilansir KompasTV, Jumat (24/1/2020).
Baca juga: Menanti Keampuhan Omnibus Law Bongkar Kendala Investasi
Hamid menjelaskan, swasta biasa bekerja cepat dengan mempertimbangkan efisiensi. Sementara itu, BUMN tak bisa bergerak dinamis dan fleksibel.
“Selama ini, dalam kerja sama swasta dengan BUMN, swasta tidak bisa bergerak cepat, dinamis, efisien kalau dihambat BUMN,” ujarnya.
Kerja sama antara BUMN dan swasta dapat dilihat dari sejumlah proyek, salah satunya pembangunan Pelabuhan Marunda di Jakarta Utara.
Baca juga: Pelabuhan Marunda Siap Menjadi Green Port Pendukung Pelabuhan Tanjung Priok
Dalam pembangunan infrastruktur tersebut, PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero) atau KBN bermitra dengan PT Karya Tehnik Utama (KTU) membentuk PT Karya Citra Nusantara ( KCN).
Dalam perjalanannya, KCN menjadi operator Pelabuhan KCN Marunda.
Persoalan dalam menjalankan bisnis terjadi sejak 2012. Saat itu, KBN dipimpin Sattar Taba.
KBN menggugat anak usahanya sendiri yaitu PT KCN lewat jalur hukum. Bahkan, BUMN itu juga menggugat Menteri Perhubungan yang memberi ijin konsesi pengelolaan Pelabuhan Marunda kepada PT KCN.
Pada Selasa (10/9/2019) lalu, Mahkamah Agung (MA) memutuskan perkara nomor 2226 K/PDT/2019 yang isinya memenangkan PT KCN.
Hamid mengatakan, perseteruan tersebut menandakan hubungan kerja sama bisnis yang tidak baik.
“Masa pemerintah berhadapan dengan pemerintah? Itu kan sudah tidak sehat. Dirut sebuah BUMN yang merupakan badan usaha milik pemerintah menuntut Menteri Perhubungan, ini logikanya sudah tidak jalan,” ungkapnya.
Hingga kini, belum ada titik terang terkait persoalan itu. Buktinya, para pemegang saham PT KCN belum bersepakat atas sejumlah hal dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB).
Hingga Januari 2020, RUPS-LB tersebut ditunda 2 kali. Rencananya, rapat akan kembali digelar pada Februari 2020.
Baca juga: Pemegang Saham PT KCN Kembali Ajukan Penundaan RUPS-LB
Direktur Utama PT KCN, Widodo Setiadi, berharap kedua pihak mampu bersepakat demi kelangsungan bisnis dan layanan Pelabuhan Marunda.
“Mudah-mudahan dalam satu bulan lagi kami bisa membereskan karena masih banyak ‘PR’ yang harus dituntaskan. Menyelesaikan pembangunan pier 2 dan 3, misalnya,” kata Widodo usai RUPS-LB di Jakarta, Kamis (23/1/2020).
Hamid menilai perseteruan itu mestinya bisa diselesaikan dengan mudah. Putusan MA menjadi pijakan kebijakan Menteri BUMN untuk merampungkan persoalan itu.
“Sebenarnya persoalan (Pelabuhan) Marunda itu simpel. Sudah ada putusan MA, tinggal Menteri BUMN bilang, wahai Dirut (KBN) hentikan persoalan dan jangan ada PK (Peninjauan Kembali). Taati putusan MA,” ucapnya.
Melihat rekam jejak Menteri BUMN Erick Thohir sebagai pengusaha, Hamid yakin kekisruhan Pelabuhan Marunda itu bisa selesai.
“Saya optimis karena Menteri BUMN yang sekarang berasal dari swasta. Ia cepat, efisien, dan paham bisnis,” katanya.