KOMPAS.com – Data Bank Dunia menunjukkan sekitar 76 persen sekolah di Indonesia berada di daerah rawan bencana. Ini artinya kurang lebih 60 juta peserta didik bisa terkena dampak dari bencana.
“Maka dari itu, warga sekolah perlu dibangun kesadarannya akan kebencanaan,” ujar Staf Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Disaster Management Center (DMC) Dompet Dhuafa, M Syaiban menurut keterangan tertulis (7/11/2019).
Ia menyampaikan pernyataan itu saat mengisi Konferensi Nasional Pendidikan Bencana III bertema Pendidikan Bencana Sebagai Investasi Negara yang Berbudaya Sadar Bencana, 4-5 November 2019 lalu di Grand Krakatau Hotel, Banten.
Baca juga: 3 Cara Mitigasi Tsunami, Salah Satunya Adopsi Kearifan Lokal
Syaiban melanjutkan, sekolah bahkan perlu membudayakan keseharian berbasis PRB. Menurut dia, pembelajaran PRB sejak dini adalah langkah efektif untuk membudidayakan perilaku sadar bencana di masyarakat.
Pada acara tersebut, DMC Dompet Dhuafa sebagai salah satu pihak yang terlibat dalam Konsorsium Pendidikan Bencana Indonesia memang turut berpartisipasi dengan menjadi fasilitator dan menggelar booth pameran kebencanaan.
Agenda Forum Konsultasi Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) dan Konsultasi Anak pada konferensi ini digelar pada hari kedua.
Agenda hari kedua itu dihadiri beberapa perwakilan guru dan siswa dari sekolah-sekolah di Provinsi Banten dan sekitarnya.
Hadir pula beberapa lembaga kemanusiaan yang bergelut di bidang kebencanaan beserta dinas pendidikan daerah.
"Kalau anak sudah terbiasa mendengar istilah PRB dan sudah tanggap, hal itu tentu akan meminimalkan risiko bencana pada anak,” kata Syaiban.
Selain itu, imbuh dia, kemungkinan anak-anak bisa membawa perilaku sadar bencana ke dalam keluarga dan lingkungan masyarakatnya.
Pada agenda ini, anak-anak sekolah juga mendapat kesempatan melakukan diskusi kelompok. Mereka kemudian diminta menjabarkan hasil diskusinya.
Baca juga: Kata Jokowi, Infrastruktur Harus Mendukung Mitigasi Bencana
“Metode tersebut (diskusi) dilakukan untuk mendorong anak berpikir kreatif dan menggali lebih dalam hal-hal yang sudah mereka ketahui,” imbuh Syaiban.
Acara dilanjutkan dengan pemaparan tentang tindakan pencegahan yang harus dilakukan untuk meminimalkan dampak bencana.
Anak-anak juga diberi materi seputar langkah apa saja yang harus dilakukan saat terjadi bencana.
“Contohnya seperti pengadaan tas siaga yang berisi barang-barang seperti makanan kering, minuman, alat komunikasi, uang, dokumen penting, selimut, alat mandi, dan peluit,” ujar Syaiban.
Baca juga: Maksimalkan Mitigasi Bencana, Kemensos Tingkatkan Kualitas SDM Tagana
Ia melanjutkan, pihaknya turut membawa selebaran mitigasi dan tas siaga untuk ditunjukkan kepada anak-anak di booth DMC Dompet Dhuafa.
Selain pendidikan kebencanaan untuk anak-anak, Syaiban juga menjelaskan tindakan apa saja yang bisa dilakukan pihak sekolah untuk mitigasi bencana.
“Untuk di sekolah, bisa dilakukan simulasi bencana secara berkala, pembuatan jalur evakuasi dari kelas menuju tempat pengungsian, hingga membuat kesepakatan dengan keluarga di rumah perihal titik temu saat terjadi bencana,” kata dia.