KOMPAS.com - Dompet Dhuafa membagikan tunjangan hari raya ( THR) kepada 50 porter di Stasiun Pasar Senen sebagai bentuk kepedulian terhadap pekerja yang tidak memiliki hak atas THR, Rabu (12/3/2025).
Inisiatif tersebut merupakan bagian dari program tahunan THR untuk Pejuang Keluarga. Program ini bertujuan mengapresiasi mereka yang bekerja mencari nafkah, termasuk saat menjalankan ibadah puasa pada bulan suci Ramadhan.
Perwakilan Kemitraan Program Sosial Lembaga Pelayan Masyarakat (LPM) Dompet Dhuafa Rahayu Saputro menjelaskan, program tersebut menyasar pekerja informal yang tidak mendapatkan THR, seperti porter, guru mengaji, marbot, lanjut usia (lansia), dan pekerja serabutan lainnya.
"Kami ingin mengapresiasi para porter yang berjasa dalam membantu penumpang selama arus mudik. Mereka tidak memiliki gaji tetap atau tunjangan hari raya sehingga sudah sepatutnya mendapatkan perhatian seperti pekerja lainnya," ujarnya dalam siaran pers, Kamis (13/3/2025).
Selain THR dalam bentuk uang tunai, Dompet Dhuafa juga memberikan bingkisan kepada para porter.
Baca juga: 2 Begal Pakai Sajam Beraksi di Samota Sumbawa, Rampas Sepeda Motor hingga Uang Tunai
Salah satu penerima manfaat itu adalah Suratman (62), pria asal Kebumen, Jawa Tengah, yang bekerja sebagai porter di Stasiun Pasar Senen sejak 2012.
Sebelumnya, ia merupakan pedagang asongan di stasiun sejak 1983. Demi menghemat biaya, Suratman tinggal di kontrakan bersama rekan-rekan sesama porter.
Baginya, bulan Ramadhan adalah momen yang membawa berkah karena jumlah penumpang meningkat.
“Saya biasanya baru pulang ke kampung halaman sehari sebelum Idul Fitri agar bisa mendapatkan penghasilan lebih. Dulu waktu masih muda, saya sering Lebaran di Jakarta. Sekarang, sebisa mungkin saya pulang," ujarnya.
Dari pekerjaannya sebagai porter, Suratman berhasil menyekolahkan anak-anaknya hingga ke perguruan tinggi.
Baca juga: Data BPS: Hanya 10,2 Persen Penduduk Indonesia Lulus Perguruan Tinggi
Namun, karena tidak memiliki keterikatan kerja dengan PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau instansi lain, Suratman tidak berhak atas THR.
"Pendapatan saya tidak menentu, tergantung jumlah penumpang yang memakai jasa porter. Apalagi, sekarang saya sudah tidak sekuat dulu. Kalau tidak musim mudik, pelanggan lebih sedikit. Sehari kadang hanya dapat satu atau dua pelanggan," tuturnya.
Meski demikian, Suratman tetap bersyukur atas pekerjaannya. Terkadang, ada penumpang yang hanya memberinya Rp 15.000 hingga Rp 20.000 meskipun barang bawaan mereka banyak.
Namun, ada juga yang memberinya lebih. Baginya, yang terpenting adalah tetap bersyukur.
Bagi sebagian orang, THR adalah hak yang pasti diterima. Bahkan, pada 2025, pemerintah mewajibkan pemberi kerja membayarkan THR paling lambat 24 Maret 2025.
Namun, tidak semua pekerja berhak atas tunjangan tersebut, termasuk porter stasiun yang berstatus pekerja lepas.
Sebagian besar porter di Stasiun Pasar Senen sebelumnya adalah pedagang asongan. Sejak larangan berjualan di area stasiun diberlakukan, mereka dialihkan menjadi porter agar tetap bisa mencari nafkah.
Wakil Kepala Stasiun Pasar Senen, Galuh menegaskan, porter berperan penting dalam kelancaran pelayanan di stasiun, terutama dalam membantu penumpang membawa barang bawaan.
"Keberadaan porter sangat membantu, (terutama saat musim mudik)," jelasnya.