KOMPAS.com – Sejak September 2022, jembatan yang menghubungkan Dusun Bantargadung Girang dan Dusun Kubang di Desa Bantargadung, Sukabumi roboh sehingga hampir tidak bisa dipakai.
Anak-anak sekolah, petani, pedagang, dan orang-orang yang hendak menuju desa serta kota yang berada di seberang pun harus menyusuri Sungai Cigandung melalui jalan setapak yang terjal dan bebatuan licin.
Salah satu warga Dusun Kubang Mumuh (50) mengatakan, jembatan itu merupakan satu-satunya akses pintas yang biasa digunakan untuk kebutuhan masyarakat, seperti ke sekolah, mencari nafkah, pergi mengaji, pergi ke rumah sakit, hingga mengurus administrasi kependudukan.
“Mau gimana lagi? Terpaksa harus lewat bawah (sungai). Ada jalan lain, tapi kalau lewat jalan sana jauh banget, bisa lima kilometer jalan kaki. Jalanannya rusak dan naik-turun,” ujarnya setelah melintasi Sungai Cigadung, Jumat (28/10/2022).
“Kalau pakai ojek motor harus ongkos Rp 25.000 sekali jalan, pulang-pergi Rp 50.000. Itu belum ongkos yang lain,” imbuhnya dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin (31/10/2022).
Memiliki mata pencaharian sebagai Pedagang Ikan Cue, Mumuh harus menjajakan dagangannya ke daerah Pasar Sukabumi setiap dua hari sekali, berangkat pukul 4 pagi dan kembali pulang jam 9 malam.
Itu berarti, Mumuh berangkat sebelum matahari terbit dan setelah matahari terbenam. Demi mendapat penghasilan setiap hari, dia pun rela melewati kondisi jalan yang gelap dan jembatan rusak itu.
“Sebelum (jembatan) rusak, waktu hujan itu airnya terus meluap. Sekolah anak-anak terpaksa diliburkan, yang mau berangkat jualan juga enggak bisa nyebrang karena arusnya deras. Sampai akhirnya banjir menerjang jembatan,” jelasnya.
Mumuh menambahkan, suatu hari ada pedagang ikan cue lain yang melewati jembatan menggunakan sepeda motor.
Baru berjalan beberapa meter, motor si pedagang itu tersangkut di sela-sela papan bolong jembatan. Sementara itu, ikan cue yang sudah siap dijual jatuh berhamburan ke sungai.
Baca juga: Gelar Aksi #Faiths4ClimateJustice, Dompet Dhuafa Dukung Transformasi Energi yang Adil
Mumuh menyebutkan, warga sudah beberapa kali melakukan perbaikan, mulai dari menambah tumpukan karung pasir untuk menahan longsoran tanah hingga mengganti papan kayu menjadi bambu.
Namun, sejak dibangun 2017, kerusakan kali ini adalah yang paling parah.
Melihat kondisi itu, salah satu Tim Recovery Disaster Management Center (DMC) Dompet Dhuafa Erwandi Saputra mengatakan, jembatan bukan hanya sekadar jalan bagi masyarakat Desa Bantargadung.
Sebab, jembatan itu adalah penghubung ilmu pengetahuan, penghubung rezeki, dan kehidupan seluruh warga.
“Mereka sangat berharap akses andalan untuk menyebrangi Sungai Cigadung ini bisa segera berdiri lebih kokoh lagi. Semoga dengan kebaikan kita bersama juga mampu menyambung kembali asa warga Dusun Girang dan Dusun Kubang,” katanya pasca-assesment jembatan di Desa Bantargadung.
Baca juga: Wakaferse Dompet Dhuafa Perkenalkan Manfaat Wakaf Produktif