KOMPAS.com - Layanan Kesehatan Cuma-cuma (LKC) Dompet Dhuafa menggelar acara pelatihan untuk para relawan Pos Gizi di Kabupaten Garut.
Pelatihan tersebut berlangsung selama dua hari, mulai Selasa (13/12/2022) hingga Rabu (14/12/2022) di Hotel Tirta Kencana, Tarogong Kaler, Kabupaten Garut.
Adapun peserta yang mengikuti pelatihan itu berjumlah 20 tenaga kesehatan (nakes) dengan rincian empat orang bidan koordinator, 12 orang bidan desa, dan empat orang ahli gizi.
Seluruh peserta berasal dari empat pusat kesehatan masyarakat (puskesmas), yaitu Puskesmas Guntur, Puskesmas Cibagendit, Puskesmas Pasundan, dan Puskesmas Sukahurip.
General Manager (GM) Divisi Kesehatan Dompet Dhuafa Yeni Purnamasari mengatakan, pelatihan tersebut dilakukan untuk menurunkan prevalensi kurang gizi pada balita di Kabupaten Garut.
Pos Gizi, kata dia, menjadi salah satu program inovasi gizi untuk mencegah stunting dengan pendekatan yang memungkinkan perubahan perilaku gizi yang baik.
Baca juga: Riwayat 4 Sehat 5 Sempurna, Selalu Fokus pada Gizi
“Pendekatan ini telah berlangsung beberapa tahun dan terbukti dapat menanggulangi angka kekurangan gizi,” ujar Yeni dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Jumat (16/12/2022).
Ia menjelaskan bahwa kerja sama LKC Dompet Dhuafa dengan Dinas Kesehatan (Dinkes) Garut sendiri sudah berjalan sejak 2018.
Kemudian, kerja sama tersebut berlanjut pada 2020 yang saat itu sedang berada di masa pandemi. Lalu berlanjut pada 2021 dan masih berlangsung hingga hari ini.
“Hasil dari data program Pos Gizi, ditemukan bahwa kemiskinan ternyata bukanlah penyebab utama kekurangan gizi,” imbuh Yeni.
Hal tersebut dibuktikan dengan adanya banyak keluarga miskin tetapi memiliki anak sehat (gizi baik) karena menerapkan pola asuh yang baik.
Baca juga: 3 Jenis Pola Asuh Orangtua dan 9 Strategi Pengasuhan Positif Pada Anak
Menurut Yeni, kekurangan gizi pada umumnya disebabkan oleh praktik pemberian makan atau pola asuh yang tidak benar.
“Dengan adanya program Pos Gizi, maka diharapkan kurang gizi bisa teratasi dengan perubahan perilaku,” jelasnya.
Untuk diketahui, program Pos Gizi sendiri telah mendapatkan apresiasi dari berbagai pihak. Salah satunya Kepala Bagian Sumber Daya Kesehatan Dinkes Kabupaten Garut Yodi Sirodjudin.
“Kami apresiasi dan kami ucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya atas terlaksananya kegiatan hari ini. Relawan itu yang luar biasa,” ucapnya.
Yodi menilai, relawan adalah orang yang memiliki rasa ikhlas. Ikhlas itu memiliki timbangan amal yang luar biasa.
Baca juga: Cegah Stunting, Dinkes Tangerang Periksa Kesehatan Ibu Hamil, Ada Layanan USG Gratis
Menurutnya, kasus stunting tidak bisa ditangani oleh hanya Dinkes Kabupaten Garut. Sebab, stunting memiliki banyak sekali relasi dengan bidang-bidang lainnya.
“Tentu saja, peran serta masyarakat sangat penting, termasuk juga lembaga sosial seperti Dompet Dhuafa,” imbuh Yodi.
Senada dengan itu, Kepala Seksi (Kasie) Kesehatan Keluarga (Kesga) Sri Prihatin berharap, pelatihan tersebut dapat menjadi salah satu upaya percepatan penurunan angka stunting.
Ia menjelaskan, upaya percepatan penurunan angka stunting memiliki dua konvergensi, yaitu spesifik dan sensitif.
“Spesifik inilah yang menjadi tanggung jawab Dinkes (jabar) beserta jajarannya. Meski demikian, Dinkes (Jabar) tidak bisa bekerja sendirian. Tentu diperlukan kerjasama dari lintas sektor,” ucap Sri.
Ia juga berharap, Pos Gizi dapat menjadi pilot project di Kabupaten Garut yang bisa diterapkan ke seluruh desa di Kabupaten Garut.
Baca juga: Tangis Haru Nenek Isah, Korban Gempa Garut Saat Terima Kunci Rumahnya
“Terima kasih kami sampaikan atas kerja sama yang kesekian kalinya dalam menangani kasus stunting di Kabupaten Garut,” tutur Sri.
Untuk diketahui, Jawa Barat (Jabar) termasuk menjadi salah satu provinsi prioritas dalam percepatan penurunan stunting. Pasalnya, provinsi ini masuk sebagai wilayah dengan angka balita stunting terbanyak di Indonesia.
Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 202, prevalensi stunting Jabar mencapai 24,5 persen, sedikit di atas rata-rata angka stunting nasional, yaitu 24,4 persen.
Tak hanya itu, data SSGI tersebut juga menyebutkan bahwa dari 27 kabupaten dan kota di Jabar, terdapat empat kabupaten dan kota yang memiliki angka prevalensi stunting tinggi (30 persen-39,9 persen) dan Kabupaten Garut merupakan data stunting tertinggi di Jabar.
Baca juga: Demo di Kantor DPRD Jabar Ricuh, 31 Mahasiswa dan 2 Warga Sipil Diamankan
Pada kesempatan tersebut, Yeni kembali menjelaskan bahwa Dompet Dhuafa memiliki beberapa prioritas program khususnya di bidang kesehatan.
Pertama, pemenuhan akses jaminan kesehatan, yaitu mengisi kesenjangan dengan sistem jaminan kesehatan nasional yang sudah ada.
“Namun, nyatanya masih ada keterbatasan di lapangan, sehingga Dompet Dhuafa mencoba untuk ikut berpartisipasi,” ujar Yeni.
Kedua, advokasi berupa kerja sama-kerja sama kemitraan bersifat strategis bagi seluruh pihak termasuk juga pemerintah daerah (pemda).
Ketiga, pemberdayaan kesehatan masyarakat. Dompet Dhuafa melihat bahwa ada peran yang bisa disajikan kepada masyarakat.
Baca juga: Kasus Stunting Capai 3,7 Persen Tahun 2022, Kabupaten Tangerang Terus Tekan hingga Nol
Dalam hal tersebut, Dompet Dhuafa memprioritaskan program penanganan stunting yang bisa dilakukan dengan intervensi dari hulu. Salah satunya seperti mengadakan pelatihan bagi pos gizi.
“Khusus program Pos Gizi, ini menjadi suatu inovasi program berbasis peningkatan pengetahuan dan peningkatan perilaku. Hal ini bisa dilakukan secara bersama dengan pendekatan perilaku positif bagi masyarakat,” ujar Yeni.
Sementara itu, salah satu peserta pelatihan, Tini Mariyani mengungkapkan alasannya begitu antusias mengikuti pelatihan dari Dompet Dhuafa.
Menurut perwakilan Puskesmas Pasundan Garut ini, pelatihan tentang pelayanan stunting secara khusus jarang dilakukan di daerahnya.
“Nantinya, usai tuntas mengikuti pelatihan, saya akan menyosialisasikan materi pelatihan yang didapat kepada tim di Puskesmas Pasundan,” jelas Tini.