KOMPAS.com - Geliat perekonomian Desa Tawangsari, Pujon, Malang, semakin berkembang seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di wilayah ini.
Sebelumnya, desa ini menjadi salah satu kawasan yang kurang mendapat perhatian, khususnya dalam hal pemberdayaan ekonomi, pendidikan, kesehatan, dakwah, dan budaya.
Menyadari masalah tersebut, Dompet Dhuafa pun berinisiatif membangun kawasan pemberdayaan bernama Bumi Maringi Peni (BMP).
Seluruh kegiatan pemberdayaan di kawasan ini dibina oleh Ali Hamdan, termasuk program budidaya tanaman lidah buaya ( aloe vera).
Dengan tangan dingin Ali, tanaman ini berhasil diolah menjadi sebuah minuman segar bermerek SUEGEERRR. Program yang digagas sejak April 2022 ini disponsori oleh kumpulan dana zakat yang dimiliki Dompet Dhuafa.
Ali menyebut, tanaman lidah buaya dipilih sebagai sarana pemberdayaan lantaran budidaya tanaman ini telah sukses dalam memberdayakan masyarakat di Yogyakarta.
Baca juga: Dompet Dhuafa dan Masyarakat Kumpulkan 287 Kg Sampah di Pantai Padang Galak
Selain itu, Malang juga terkenal sebagai kawasan wisata dengan berbagai macam olahan makanan dan minuman buah, sehingga potensi pasarnya jauh lebih baik. Kemudian, minuman segar berbahan dasar lidah buaya juga belum banyak dijual di area Malang.
"Sebelum menjadi ladang lidah buaya, lahan ini ditumbuhi 1.000 pohon apel yang tidak produktif dan harganya juga kurang bersaing. Setelah tiga tahun riset dan terinspirasi dari program serupa di Yogyakarta, akhirnya kami ganti kebun ini menjadi lahan lidah buaya," ungkapnya.
Terkait pengelolaan lahan, ia menjelaskan bahwa lahan apel tersebut kini terbagi menjadi empat kotak kebun. Tanaman berdaging di area pelepah daun mulai bisa dipanen pada usia 8-12 bulan setelah ditanam.
Bagian yang diambil adalah pelepah yang paling tua, yaitu yang berada paling bawah. Sedangkan, pelepah yang berada di bagian tengah ke atas dibiarkan saja untuk selanjutnya dipanen di kemudian hari jika sudah tua.
Nantinya, setelah melalui beberapa kali panen atau pengambilan pelepah, batang lidah buaya akan semakin tinggi. Jika sudah terlalu tinggi, maka Hamdan akan memotong batang hingga batas pelepah paling bawah, kemudian menancapkannya kembali ke tanah supaya membuat akar baru.
"Saya optimistis minuman SUEGEERRR masih memiliki pasar yang sangat luas. Selain itu, minuman ini juga bisa digunakan sebagai pengganti nata de coco," ujarnya.
Selain dikerjakan oleh Hamdan, masyarakat setempat juga ikut berpartisipasi dalam pengembangan minuman ini.
Salah satunya, adalah Hana. Ia adalah satu dari lima orang perempuan yang terpilih melalui proses perekrutan penerima manfaat yang tinggal di sekitar area BMP.
Ia berhasil bergabung menjadi tim BMP setelah mengikuti sejumlah rangkaian tes yang digelar BMP bersama ketua RT dan RW. Kala itu, ia termotivasi untuk memiliki aktivitas di luar rumah selain hanya membantu pekerjaan-pekerjaan rumah.
“Saya putus sekolah dan di rumah tidak ada kerjaan. (Saya) tidak bisa juga mencari pekerjaan. Jadi, saya ikut saja ada pelatihan pembuatan minuman lidah buaya. Alhamdulillah sampai sekarang masih terus di sini,” ucapnya.
Baca juga: Dompet Dhuafa Distribusikan Air Bersih untuk Warga Terdampak Kekeringan di Bogor dan Sukabumi
Selain Hana, ia juga dibantu kedua temannya untuk memproduksi produk SUEGEERRR di BMP. Sementara dua teman lainnya mengerjakan tugas serupa di rumah masing-masing.
"Tanaman lidah buaya tetap disediakan oleh BMP. Sebelum turun langsung membuat produk ini, kami juga sempat mendapat pelatihan langsung dari pemberdaya lidah buaya Dompet Dhuafa Yogyakarta, Alan Effendi," jelasnya.
Selain memproduksi SUEGEERRR, Hana juga ikut menghadiri pelatihan menjahit yang diadakan oleh Institut Kemandirian (IK) Dompet Dhuafa di BMP.
Sebelumnya, ia juga sempat lolos ketika mengikuti Program Guru Hebat yang diadakan BMP untuk sertifikasi guru mengaji dengan metode Ummi.
“Justru senang ke BMP setiap hari. Ikut membuat minuman lidah buaya, ikut pelatihan menjahit, terus juga ikut ngaji di TPA kalau sore,” imbuhnya.