KOMPAS.com - Seperti burung yang terperangkap dalam sangkar, itulah yang dirasakan Elsa Nur Syekha (19), yang ingin terbang bebas menuju impian, tetapi terkungkung oleh kenyataan tanpa belas kasihan.
Gadis asal Depok itu harus menghadapi tantangan ekonomi serius yang menghambat langkahnya untuk langsung terjun ke dunia kerja setelah lulus sekolah menengah atas (SMA).
Elsa adalah salah satu siswi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Assalamah jurusan Otomatisasi Tata Kelola Perkantoran. Ia harus menerima kenyataan bahwa ijazahnya sebagai bukti kelulusan tertahan akibat kendala pembayaran Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) dan uang ujian.
Padahal, ijazah merupakan salah satu dokumen penting bagi mereka yang ingin menjajaki dunia kerja maupun melanjutkan studi.
Baca juga: Studi Sebut Salad Tidak Cocok Jadi Makanan Luar Angkasa
Setelah lulus sekolah menengah atas (SMA), tidak sedikit orang yang memilih menjajaki dunia kerja. Pilihan ini membuka pintu untuk menggali potensi dan mengeksplorasi minat serta bakat dalam berbagai profesi.
Langkah tersebut seringkali menjadi awal dari perjalanan menuju kemandirian finansial dan pengembangan karier. Namun, hal ini tidak bisa dirasakan oleh Elsa selepas menyelesaikan pendidikan di bangku SMA.
Kreativitas dan potensinya seakan terhenti oleh beban finansial yang mengunci peluang.
Setelah lulus SMA pada bulan Juli 2023, Elsa harus berjibaku melawan kerasnya tuntutan ekonomi demi menyambung hidup dan menebus ijazah agar mendapatkan pekerjaan yang lebih layak.
Baca juga: Mengenal University of Bradford, Kampus yang Beri Ijazah S1 pada Gibran
"Susah, selama ini saya kesulitan untuk melamar kerja karena tidak ada ijazah," ujar Elsa dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Kamis (25/1/2024).
Meski mengalami kesulitan, semangat dalam hatinya terus mencari bayangan mimpi, mengharap suatu saat bisa merdeka dari belenggu ekonomi yang membelenggu.
Dengan bermodalkan Surat Keterangan Lulus (SKL), ia mencoba bekerja paruh waktu sebagai penjaga toko di salah satu pusat perbelanjaan di Depok untuk menyambung hidupnya.
"Dari bulan Juli sampai sekarang, saya bekerja paruh waktu sambil mencari pekerjaan di salah satu pusat perbelanjaan di Depok, menjaga toko," imbuh Elsa.
Baca juga: Pria di Depok Tewas Setelah Terjatuh ke Kali Krukut, Polisi: Korban Tak Bisa Berenang
Walau mengalami kesulitan, ia terus bekerja keras, meski penghasilannya hanya sebesar Rp 50.000 per hari.
Elsa mencoba menyisihkan sebagian kecil dari pendapatan itu untuk melunasi SPP, tetapi masih belum mencukupi karena hanya cukup untuk kebutuhan harian.
“Itu digaji per hari Rp 50.000 full masuk kerja karena kalau saya nggak masuk (kerja) berarti nggak dibayar dan nggak ada sistem libur,” ucapnya.
“Paling kayak buat ngumpulin uang nggak bisa dalam jumlah banyak, karena dari 50.000 itu cukup sehari saja. (Apalagi masih) menunggak SPP dan belum bisa bayar, jadi kemarin itu sambil kerja dan ngumpulin (uang) Rp 200.000 buat bayar. Sedikit-sedikit tapi memang nggak semua, nyicil dikit-dikit tapi masih ada ini (nominal) sisa (pembayaran) Rp 1,9 juta,” sambung Elsa.
Baca juga: Mantan Pegawai Bank BUMN Tipu Puluhan UMKM di Mataram, Modus Pembayaran QRIS
Elsa merupakan anak kedua dari Sri Wahyuni. Ia tinggal bersama ibu dan adiknya yang masih bayi bawah lima tahun (balita).
Sang ibu, yang merupakan ibu rumah tangga merasa bingung dalam menghadapi kebutuhan keluarga. Ia hanya bisa mengandalkan bantuan dari anaknya yang sudah menikah.
“Untuk (kebutuhan) sehari-hari saya dari anak aja, kakaknya Elsa,” ucap Sri Wahyuni.
Beruntung, permasalahan yang dihadapi Elsa mendapat perhatian dari para donatur Dompet Dhuafa.
Baca juga: Bantah Lakukan Prank, Donatur Panti Asuhan di Muba Beri Penjelasan
Berkat bantuan donatur, ia dapat melanjutkan impiannya. Dompet Dhuafa melalui program Tebus Ijazah telah melunasi tunggakan pembayaran sekolah Elsa sebesar Rp 1,9 juta, Jumat (19/1/2024).
“Alhamdulillah saya ikut senang, (Elsa) bisa nebus ijazah. Karena belum ada ijazah, jadi banyak nggak diterima (kerja). Terima kasih Dompet Dhuafa, harapannya ke depan bisa membantu yang lain, yang juga membutuhkan,” Kata Sri Wahyuni penuh senyum.
Tak lupa, Elsa juga mengucapkan syukur atas bantuan yang diberikan oleh para donatur Dompet Dhuafa.
“Alhamdulillah senang, bersyukur juga. Saya ucapkan terima kasih banyak sama Dompet Dhuafa karena sudah mau membantu menebus ijazah saya. Ke depannya, saya mau coba melamar kerja, dan sudah berkomitmen juga sama Lembaga Pelayan Masyarakat (LPM) Dompet Dhuafa untuk melanjutkan ke jenjang yang berikutnya,” ucap Elsa penuh harap.
Tebus Ijazah adalah salah satu program Pemberdayaan Keluarga Mandiri dari LPM Dompet Dhuafa yang memberikan prioritas pada penebusan ijazah tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan SMA.
Surveyor Program Tebus Ijazah Ahmad mengatakan bahwa pihaknya memprioritaskan program tersebut kepada anak yatim dan duafa.
Baca juga: JKN Tidak Bisa Cover Semua, RST Dompet Dhuafa Luncurkan Platform Pengobatan Dhuafa
“Sekarang, target kami tidak hanya terbatas pada duafa dan yatim, tetapi tujuan kami melakukan program ini adalah agar mereka dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya," imbuh Ahmad.
Ia mengungkapkan bahwa banyak dari kalangan duafa yang telah menyelesaikan SMA, dan berharap untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi atau mendapatkan beasiswa lainnya.
"Harapan ini kebanyakan terhalang oleh ijazah yang belum ditebus," ujarnya.