KOMPAS.com - "Allahu akbar allahu akbar... Laa ilahaillallahu wallahu akbar ....", terdengar sayup-sayup gema takbir dari pengeras suara di Lapangan Bola Kaki Christian Nehemia Dillak, Kota Baa, Kabupaten Rote Ndao, Senin (17/6/2024) pagi.
Satu per satu umat Islam atau muslim datang dari seputaran kota, memadati lapangan berumput kering tersebut. Ada yang berjalan kaki, naik motor, hingga datang dengan menaiki bus. Mereka datang dan menjadi bagian dari shalat Idul Adha yang diadakan di pulau paling selatan di Indonesia, Pulau Rote.
Rote Ndao mengajarkan arti moderasi beragama yang baik. Masjid dan gereja yang terletak di pusat kota memang tidak bersebelahan seperti pada umumnya, tapi dipisahkan oleh lapangan sepakbola sehingga berseberangan satu sama lain.
Bukan kebetulan arah kiblat shalat Idul Adha saat itu mengarah ke gereja yang berada di sisi barat. Berbagai unsur masyarakat turut menjaga khidmatnya pelaksanaan shalat Idul Adha, mulai dari matahari terbit hingga khatib selesai berkhotbah.
Baca juga: Dompet Dhuafa Distribusikan Sekitar 1.800 Doka di Jateng
Sudah sejak lama Dompet Dhuafa menjadikan Kabupaten Rote Ndao sebagai titik distribusi Tebar Hewan Kurban (THK). Tahun ini, Rote Ndao menjadi titik paling banyak didistribusikannya hewan kurban dengan jumlah mencapai 30 ekor sapi.
Panitia THK Dompet Dhuafa Nusa Tenggara Timur (NTT) Fahmi mengatakan, jumlah tersebut adalah yang paling banyak jika dibandingkan dengan kota atau kabupaten lain di Provinsi NTT.
“Kabupaten Rote Ndao menjadi titik distribusi THK paling banyak di NTT. Jumlah ini selalu naik dari tahun ke tahun. Saya rasa, semakin banyak hewan kurban maka sejalan dengan besarnya syiar kebaikan dapat tersampaikan,” ujar Fahmi dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (22/6/2024).
Lebih lanjut, Fahmi menambahkan, hewan yang dikurbankan dari program THK ini didistribusikan ke banyak desa, salah satunya ke Desa Papela, Kecamatan Rote Timur.
Baca juga: Dompet Dhuafa Bagikan Daging Kurban kepada 920 KK di Dusun Nglelo
Fahmi mengatakan, desa tersebut memiliki jumlah masjid paling banyak di Kabupaten Rote Ndao serta terletak di paling timur Pulau Rote yang langsung menghadap ke Samudra Hindia.
“Secara keseluruhan, Kabupaten Rote Ndao hanya memiliki 11 masjid dan jumlah masjid paling banyak berada di Desa Papela. Nantinya, desa tersebut akan menerima sembilan ekor sapi dan dibagi ke tiga masjid yang berdiri di sana,” ujarnya.
Ia menyebut, Masjid Al-Bahri menjadi salah satu kolaborator program THK dalam menyalurkan hewan kurban dengan gegap gempita.
Sejak awal sapi-sapi datang, anak-anak sudah berlarian mengejar mobil pick-up yang masuk ke desa. Warga juga langsung mendirikan tenda, menggelar alas, bersama-sama menyembelih, memotong, mencacah, hingga menimbang dengan saksama.
Imam di Masjid Al-Bahri Ihsan Sobi’ain mengaku terkejut atas kedatangan hewan kurban di masjidnya. Ia juga bersyukur atas antusias dari masyarakat di Desa Papela yang bersemangat merayakan Hari Raya Idul Adha di tengah teriknya matahari.
“Jujur kami kaget dengan datangnya sapi-sapi ini. Beberapa hari sebelum Idul Adha hanya ada satu sapi, itupun dari Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Rote Ndao. Lalu sekarang bisa datang sebanyak ini, masyaallah alhamdulillaah,” ucap Ihsan.
Ihsan mengatakan, total ada 1.000 kepala keluarga (kk) yang mendapatkan daging kurban di Desa Papela. Daging-daging ini diantarkan oleh Tim THK Dompet Dhuafa NTT ke penerima manfaat.
Salah satu penerima manfaat dari THK adalah Arti beserta keluarga. Mereka menerima dua kilogram (kg) daging sapi yang dibungkus dengan daun pisang.
Baca juga: Dompet Dhuafa Banten Adakan Program Budi Daya Udang Vaname, Petambak Merasa Terbantu
Arti mengaku, ia dan keluarganya hanya setahun sekali merasakan daging. Dalam kesehariannya, mereka lebih banyak mengonsumsi nasi dicampur dengan air dan garam. Baginya, Idul Adha merupakan hari yang spesial.
“Hari ini tidak ada lauk, nasi pun kami tidak masak karena tidak ada. Belum tahu akan diapakan daging ini karena belum ada uang untuk membeli bumbu,” ujar Arti dengan suara gemetar sambil sesekali mengusap air mata yang memerah menahan tangis.
Seperti diketahui, Idul Adha menjadi refleksi dari menghamba, mencari, menanti, dan mengikhlaskan. Sebagaimana Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam yang meninggalkan Siti Hajar di gurun pasir untuk memenuhi perintah-Nya.
Siti Hajar mencari suaminya dengan naik turun bukit, menanti bersama Ismail yang masih bayi kemerahan. Lantas, ketika sudah besar turun wahyu agar Ismail disembelih, Nabi Ibrahim melakukannya semata-mata karena keikhlasannya pada Allah SWT.
Baca juga: “Care Visit to Banten”, Bentuk Transparansi Dompet Dhuafa dan Interaksi Langsung dengan Donatur
Segala kisah Keluarga Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam diperingati dalam ritus ibadah Haji dan Kurban. Kisah yang diperingati secara sakral setiap tahun yang telah berjalan ribuan tahun lamanya. Kisah mulia penuh hikmah yang mengantarkan umat Islam di seluruh belahan bumi untuk merindukan Idul Adha.