KOMPAS.com - Dompet Dhuafa dan Bina Trubus Swadaya sukses menggelar Forum Grup Diskusi (FGD) Kebudayaan ke-4 bertajuk "Kepemimpinan Profetik untuk Pemberdayaan Masyarakat" di Gedung Filantropi Dompet Dhuafa. Jakarta Selatan (Jaksel), Rabu (13/11/2024).
Lewat seni dan nilai-nilai luhur, acara tersebut mengajak generasi muda untuk berperan aktif dalam memajukan budaya dan membangun kepemimpinan yang menginspirasi.
Ketua Pengurus Yayasan Dompet Dhuafa Republika, Ahmad Juwaini menyampaikan bahwa Dompet Dhuafa mengedepankan transformasi kebudayaan sebagai pendekatan dalam pemberdayaan masyarakat.
Menurutnya, pendekatan berbasis budaya akan memberikan dampak yang lebih mendalam, natural, dan mengakar.
Baca juga: Pentas Seni dan Video Call Petinggi Partai Warnai Pendaftaran Calon Petahana di KPU Kepri
"Acara ini merupakan refleksi budaya sekaligus pentas seni yang tidak hanya menampilkan kekayaan tradisi, tetapi juga sebagai simbol penerapan nilai-nilai luhur dalam kehidupan sehari-hari," ujar Ahmad dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Jumat (22/11/2024).
“Kami berharap, melalui semangat gotong royong, rasa saling menghormati, dan keberagaman, bisa memperkuat kepemimpinan profetik yang memberdayakan masyarakat,” sambungnya saat memberikan sambutan dalam acara FGD Kebudayaan ke-4, Rabu.
Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Yayasan Bina Trubus Swadaya, Emilia Setyowati berharap FGD Kebudayaan dapat membawa dampak signifikan bagi Indonesia, khususnya masyarakat di bawah garis kemiskinan.
Ia mengibaratkan kepemimpinan sebagai akar tunjang sebuah pohon yang jika kuat, akan membentuk negara yang kuat.
Baca juga: KemenKopUKM dan Aisyiyah Kolaborasi Perkuat Peran Perempuan dalam Memberdayakan Ekonomi Umat
Emilia berharap munculnya pemimpin yang memberdayakan dan menginspirasi rakyat, bukan yang memperdaya.
"Kami sangat berharap pemimpin yang menginspirasi, pemimpin yang mampu memberikan manfaat bagi rakyatnya, adalah pemimpin yang memberdayakan, bukan memperdayakan," ucapnya.
Emilia turut menyoroti pengaruh besar budaya Korea Selatan (Korsel) atau Korean pop (K-pop) yang kini menjadi acuan gaya hidup generasi muda.
Ia menegaskan pentingnya mempromosikan budaya Indonesia. Menurut Emilia, budaya bangsa ini memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan budaya populer asing.
Baca juga: Indonesia Jadi Penyumbang Jumlah Turis Asing Terbanyak Kedua di Singapura
"Budaya kita, seperti ketoprak dari Kediri yang dipentaskan hari ini, jauh lebih kaya dan bermakna. Ini adalah budaya yang dapat membawa kemakmuran dan kejayaan bagi bangsa Indonesia," tuturnya.
Sementara itu, Sri Sultan Hamengkubuwono X yang diwakili oleh Ketua Paguyuban Suluk Nusantara, Bambang Wiwoho menekankan bahwa budaya dan pemberdayaan masyarakat harus menjadi fondasi utama dalam upaya pengentasan kemiskinan.
Hal tersebut, kata dia, lebih dari sekadar membangun angka ekonomi, tetapi juga menciptakan peradaban yang adil dan sejahtera.
"Konsep 'Gumrégah' atau 'Bangkit Bersama' di Yogyakarta bukan hanya sebuah simbol, tetapi panggilan untuk menyadari kekuatan budaya dalam menyatukan bangsa menuju kesejahteraan," ujar Bambang.
Baca juga: Istanbul, Renaisans, Amerika, Indonesia
Menurutnya, hal tersebut merupakan inti dari renaisans, sebuah kebangkitan yang memanusiakan dan memuliakan setiap insan bangsa.
“Untuk mencapainya, pendidikan karakter adalah kuncinya. Dari sekadar 'mindset' menuju 'culture-set', pendidikan karakter merupakan fondasi dalam membentuk masyarakat yang literat, mandiri, dan penuh empati. Kita tidak hanya mengajarkan nilai, tetapi menanamkan karakter yang tumbuh dan mengakar, menjadi bagian dari budaya hidup yang melekat pada setiap individu," kata Bambang.
Dalam FG Kebudayaan ke-4, seni budaya ketoprak tampil sebagai sorotan utama, dengan lakon Ande-Ande Lumut. Pertunjukan ini menghadirkan seniman-seniman dari Jawa Timur (Jatim) dan artis-artis nasional, menggambarkan kekayaan warisan budaya Indonesia yang terjaga.
Baca juga: Ini 3 Warisan Budaya Tak Benda RI yang Akan Diajukan ke UNESCO
Pentas tersebut dipimpin oleh Inisiator dan Ketua Dewan Pembina Yayasan Dompet Dhuafa Republika, Parni Hadi, yang memerankan Raja Jenggala, sebuah kerajaan di Jawa Timur.
Peran Ande Ande Lumut dimainkan oleh Widyanto Dwi Nugroho, dan Maria Lusiani Tjahjanadewi sebagai Klenting Kuning.
Acara tersebut juga dimeriahkan oleh bintang tamu seperti Bambang Ismawan, Suprawoto, Marcella Zalianty, Olivia Zalianty, Bella Fawzi, Ikang Fawzi, dan Dwiki Dharmawan.
Para tokoh dan seniman, termasuk Bupati Magetan 2018-2023, turut hadir dalam pentas yang penuh dengan nuansa kebudayaan tersebut.
Baca juga: Debat Pilgub Jateng, Hendi Sebut Program Kebudayaan Gus Yasin Tak Terlaksana saat Menjabat Wagub
Pada kesempatan tersebut, Parni Hadi juga meresmikan Ruang Sasana Budaya Rumah Kita, yang terletak di kantor Dompet Dhuafa, Gedung Philanthropy, Jaksel.
Ia berharap ruang tersebut dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak untuk kegiatan pembelajaran dan pemberdayaan, menghidupkan semangat budaya dan kontribusi sosial.