KOMPAS.com - Association of Southeast Asian Nations-Business Advisory Council ( ASEAN-BAC) yang dipimpin Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid telah melaksanakan roadshow ke Manila, Filipina beberapa waktu lalu.
Pada kesempatan itu, Arsjad membahas tiga hal penting terkait kemitraan di Asia Tenggara. Pertama, menciptakan nilai tambah untuk nikel dan tambang mineral lainnya.
Kedua, mendukung agenda regenerasi hutan yang sejalan dengan program warisan ASEAN-BAC. Ketiga, meningkatkan kerja sama terkait konektivitas pembayaran lewat program ASEAN QR Code.
Keketuaan ASEAN-BAC berupaya untuk menjadikan ASEAN sebagai pusat pertumbuhan dan ekonomi global, terutama pada sektor-sektor baru, seperti pembangunan hijau dan transformasi digital.
Baca juga: Roadshow ASEAN-BAC ke Filipina Bahas 3 Potensi Kemitraan Penting Kawasan Asia Tenggara
Salah satu penerima manfaat utama dari agenda ini adalah UMKM serta Filipina dan Indonesia yang memainkan peran penting sebagai mitra ASEAN.
Kemitraan ekonomi yang kuat antara Indonesia dan Filipina terlihat jelas dalam kolaborasi kedua negara. Sebab, angka investasi Filipina di Indonesia pada 2022 mampu menembus angka 14 juta dollar Amerika Serikat (AS).
Selain itu, Indonesia memegang peranan penting sebagai eksportir beberapa komoditas ke Filipina, seperti bahan bakar, infrastruktur, serta ore slag and ash dengan nilai sebesar 5,92 miliar dollar AS pada 2021.
Indonesia dan Filipina memiliki cadangan nikel terbesar di dunia. Totalnya sekitar 33-40 persen dari total cadangan bijih nikel di seluruh dunia.
Baca juga: ASEAN-BAC Kembali Tegaskan Sentralitas Visi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2025
Ketua Kadin Indonesia Arsjad Rasjid mengatakan, posisi Indonesia dan Filipina sebagai pemegang cadangan bijih nikel terbesar di dunia memberikan alasan yang kuat bagi kedua negara untuk memimpin ekosistem industri kendaraan listrik dan baterai, baik dalam lingkup ASEAN maupun global.
"Dengan kerja sama yang lebih erat, kedua negara berpotensi meningkatkan produksi nikel dunia hingga mencapai 50 persen. Selain itu, potensi cadangan mineral lain untuk kendaraan listrik juga menjadi sorotan, sehingga ASEAN bisa menjadi pusat rantai pasok kendaraan listrik," tutur Arsjad, dikutip melalui keterangan persnya, Selasa (1/8/2023).
Arsjad mengatakan, pada pertemuan ASEAN-BAC di Manila, Indonesia menekankan pentingnya hilirisasi pengembangan industri kendaraan listrik dan baterai.
Menurutnya, Indonesia mencatatkan prestasi yang luar biasa dalam sektor pertambangan khususnya ekspor nikel dalam bentuk besi dan baja, nikel matte, dan mixed hydrate precipitate, dengan nilai ekspor sebesar 20 juta dollar AS.
Baca juga: Misi Keketuaan ASEAN-BAC Indonesia, Perkuat Inovasi dan Inklusivitas Kawasan Asia Tenggara
"Pencapaian besar lainnya, yaitu hilirisasi nikel Indonesia yang berhasil meningkatkan nilai tambah komoditas dari 1,1 miliar dollar AS menjadi 20,8 miliar dollar AS pada 2021," tambahnya.
Berkat hal itu, sebut dia, Indonesia berhasil mendorong Filipina untuk berpartisipasi dalam hilirisasi industri kendaraan listrik dan baterai di kawasan ASEAN.
“Kesuksesan Indonesia di industri kendaraan listrik dan baterai dapat dikaitkan dengan adanya peran penting hilirisasi yang memungkinkan pengembangan ekosistem yang kuat di sektor tersebut," ujar Arsjad.
"Dengan berbagi pengalaman kami bersama Filipina, kami berharap dapat memperkuat kemitraan antara negara kita dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di kawasan ini,” imbuhnya.
Untuk mendukung transaksi lintas batas usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), ASEAN-BAC membahas penerapan sistem pembayaran menggunakan ASEAN QR Code.
Baca juga: Roadshow ASEAN-BAC 2023 Dorong Kolaborasi dan Pertumbuhan Ekonomi di Asia Tenggara
Ketua Legacy Program ASEAN-BAC untuk ASEAN QR Code Pandu Sjahrir mengatakan, penerapan ASEAN QR Code penting untuk mendukung pertumbuhan UMKM di kawasan.
"Dengan QR Code, biaya transaksi antarnegara akan lebih efisien dan terjangkau. Hal ini akan memungkinkan UMKM untuk menawarkan pembayaran lintas negara tanpa adanya batasan dengan biaya yang lebih rendah dan juga akan mendukung pertumbuhan mereka," jelas Pandu.
Roadshow ASEAN-BAC ke Filipina tidak lupa membahas peluang besar regenerasi hutan, mengingat Indonesia dan Filipina memiliki sumber daya hutan yang signifikan, yakni masing-masing sebesar 91,2 hektar dan 23,3 juta hektar (ha).
Kedua negara akan mendapat manfaat dari meningkatnya permintaan kredit karbon. Sebab, nilai pasar karbon diperkirakan akan mencapai 50 miliar dollar AS pada 2030. ASEAN dianggap memiliki posisi yang bagus untuk memanfaatkan peluang ini.
Wakil Ketua ASEAN-BAC Bernardino Vega mengatakan, Indonesia dan Filipina dapat memanfaatkan sumber daya hutan mereka secara signifikan dan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi kawasan.
"Semua itu bisa terwujud lewat program ASEAN-BAC Net Zero dan Carbon Center of Excellence yang bertujuan untuk menciptakan ekosistem untuk pengembangan pasar net zero karbon," tutur Bernardino.
Sebagai informasi, selama roadshow, delegasi ASEAN-BAC telah melibatkan sejumlah pemangku kepentingan utama, di antaranya Ibu Negara Filipina Louise Araneta-Marcos, Penasehat Presiden Bidang Investasi dan Ekonomi Filipina Frederick Go, serta Sekretaris Departemen Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam (DENR) Antonia Loyzaga.
Kemudian, Sekretaris Departemen Teknologi Informasi dan Komunikasi (DICT) Ivan John Uy, Presiden sekaligus Chief Executive Officer (CEO) GXI Renren Reyes, Chief Marketing Officer (CMO) G Cash Neil Trinidad, Presiden sekaligus CEO Ayala Corporation Cezar P Consing, serta sejumlah pemangku kepentingan lainnya.
Baca juga: ASEAN BAC Dorong Penguatan Sistem Kesehatan
Delegasi dari ASEAN-BAC yang ikut dalam roadshow ini, antara lain Ketua ASEAN-BAC Arsjad Rasjid, Wakil Ketua ASEAN-BAC Bernardino Vega, Ketua Alternatif ASEAN-BAC Maspiyono, Direktur Eksekutif Sekretariat ASEAN-BAC Gil Gonzales, serta Ketua Program Warisan ASEAN-BAC untuk ASEAN QR Code Pandu Sjahrir.