KOMPAS.com – Direktur Program Dompet Dhuafa Bambang Suherman mengatakan, Dompet Dhuafa berkomitmen terhadap isu kemanusiaan di seluruh dunia, termasuk Pengungsi Rohingnya
Salah satunya adalah di Cox's Bar, Bangladesh. Bambang mengatakan masalah kemanusiaan di sana terasa begitu berat.
“Dompet Dhuafa harus tetap ada di sana. Jadi kami memperbaharui kerja sama dengan ANTAR Society for Development untuk memastikan Dompet Dhuafa masih terlibat dalam ruang-ruang kepedulian,” kata Bambang.
ANTAR Society for Development merupakan sebuah lembaga non-profit pemerintahan asal Bangladesh.
Dompet Dhuafa mengadakan kolaborasi dengan ANTAR, dalam bentuk penyaluran dana dan pelaksanaan program kesehatan, Jumat (29/11/2019).
Baca juga: Ribuan Pengungsi Rohingya di Bangladesh Sepakat Pindah ke Pulau di Teluk Benggala
Kolaborasi meliputi pengadaan obat-obatan, dan pelayanan kesehatan keliling untuk 36 kamp di wilayah Kutupalong, Cox's Bazar, hingga Februari 2020.
Dalam keterangan tertulisnya Senin (12/2/2019), Dompet Dhuafa menjelaskan, saat ini keterlibatan Gambia dalam permasalahan Rohingnya kembali memunculkan perdebatan polemik dugaan genosida terhadap etnis di Myanmar.
Ini terjadi usai Gambia mengajukan gugatan terhadap Myanmar kepada Mahkamah Internasional atau International Court of Justice (ICJ), Selasa (12/11/2019).
ICJ pun akan membuka audiensi publik terkait hal tersebut pada Selasa (10/12/2019) mendatang.
Asisten Direktur ANTAR Society for Development Abdullah Al Mohiuddin mengatakan, kondisi pengungsi di Rohingya masih membutuhkan banyak bantuan. Bantuan yang saat ini ada belum mampu menutupi semua kebutuhan.
Baca juga: Aung San Suu Kyi Bakal Bela Myanmar atas Tuduhan Genosida Rohingya di Sidang PBB
Tidak jarang beberapa warga lokal Bangladesh dan pengungsi mengalami konflik kecil hingga besar. Misalnya penyelundupan ganja, dan persenjataan.
Hal tersebut terjadi karena orang-orang Rohingya membutuhkan mata pencarian untuk menutupi kebutuhan.
“Jadi ada beberapa pengungsi Rohingya mencari mata pencarian di daerah lokal Bangladesh. Namun ada beberapa orang Bangladesh yang tidak bersedia akan hal itu. Jadi muncullah konflik-konflik lainnya,” kata Abdullah.
Sementara itu, pihak pemerintahan Myanmar sudah membentuk unit khusus untuk menangani kasus Rohingya.
Unit khusus tersebut dipimpin Kantor Kejaksaan Agung Myanmar, serta dilengkapi pakar hukum Kementrian Luar Negeri Myanmar dan oditur.
Baca juga: 3.500 Pengungsi Rohingya di Bangladesh Dibebaskan untuk Kembali ke Myanmar
Duta Besar Myanmar untuk Indonesia Ei Ei Khin Aye, menjamin keamanan repatriasi Rohingya. Hal tersebut hanya tinggal menunggu waktu.
Meskipun begitu, Abdullah berpendapat, persoalan yang terjadi lebih dari itu.
”Masih ada beberapa pengungsi yang merasa tidak aman apabila kembali ke Myanmar. Mereka ingin menetap di Bangladesh ketimbang harus kembali ke kampung halaman mereka,” kata Abdullah.