KOMPAS.com – Normalnya, ketika bencana terjadi sebagian besar orang memilih menjauhi lokasi. Namun, berbeda dengan orang-orang yang bergerak di bidang kemanusiaan seperti Abdul Azis yang akrab disapa Bang Labing.
Bang Labing yang adalah Manajer Respon Disaster Management Center (DMC), organisasi yang berada di bawah naungan lembaga filantropis Dompet Dhuafa, malah mendekati lokasi terjadinya bencana untuk menolong sesama.
Ia menyadari berbagai kejadian tak terduga mungkin saja terjadi saat dirinya dan tim DMC melakukan aksi kemanusiaan. Misalnya saja, ketika berada di tengah kerusuhan antarwarga atau daerah terdampak bencana alam. Kondisi dapat memburuk sewaktu-waktu.
Namun, sebagai relawan ia mengatakan, niat yang kuat untuk membantu sesama dapat mengalahkan rasa khawatir yang muncul.
“Apa pun bencananya pasti ada rasa khawatir. Cuman ya kembali ke niatan awal, kami niatnya karena membantu atas dasar kemanusiaan,” ujarnya di salah satu program Salam Radio yaitu Program Salam Lentera Kebajikan bertajuk “Pembakti Anak Bangsa”, Selasa (14/7/2020).
Baca juga: Bantu UMKM Terdampak Covid-19, Pemprov DKI Gandeng Dompet Dhuafa
Ikut merasakan apa yang dirasakan oleh orang yang terdampak, lanjut Bang Labing, justru membuat dirinya semakin semangat untuk membantu dan menolong.
Pada program radio tersebut dia pun menceritakan suka dukanya bergabung dengan lembaga ini sejak 2009 silam.
Pada tahun pertama bergabung, dia sudah langsung ikut menangani bencana gempa di Padang dan Tasikmalaya.
Saat itu di Tasikmalaya, gempa membuat berbagai sektor lumpuh termasuk ekonomi transportasi, pendidikan, kesehatan, layanan daerah, dan lainnya.
Bersama rekan lainnya, Bang Labing mendapat tugas menangani sektor pendidikan.
Baca juga: Peringati Hari Tanpa Kantong Plastik Sedunia, Dompet Dhuafa Volunteer Gelar Kuliah Online
“Saat itu, yang kami lakukan adalah sesegera mungkin memperbaiki salah satu sekolah yang rusak, supaya anak-anak tetap bisa melangsungkan aktivitas belajar,” tuturnya.
Langkah itu juga sekaligus sebagai Psychological First Aid (PFA) bagi anak untuk memperkecil efek trauma yang mereka alami akibat bencana.
Bagi Bang Labing, selama hampir 11 tahun membantu menangani bencana, gempa di Palu dan Lombok memberi pengalaman yang paling berkesan.
Saat itu, dirinya menerima arahan untuk menempuh jalur darat menuju lokasi bencana. Aksesnya begitu sulit.
Antrean kendaraan yang cukup panjang terjadi akibat diterapkannya sistem buka-tutup jalur. Sebab, jalur darat yang masih dapat dilalui juga sedikit. Selain itu, lokasi terdampak bencana juga sangat luas.
Baca juga: Bantu Pengungsi Rohingya, Dompet Dhuafa Aceh Buka Posko Kesehatan
“Lokasinya luas, (sehingga) sampai malam (bertugas). Terkadang kita tiba-tiba mendengar suara teriakan orang minta tolong. Di samping itu, kondisi sangat gelap tidak ada listrik,” lanjutnya.
Kondisi tersebut diperburuk dengan penjarahan yang terjadi di mana-mana seperti diberitakan sejumlah media tanah air.
“Yang kami takutkan bukan logistik kita dijarah, justru karena kami ini tim evakuasi yang tidak bawa logistik, akhirnya terjadi kerusuhan lain. Mobil polisi aja dijarah kan, apalagi mobil lainnya,” terangnya.
Baca juga: Tim Pemulasaraan Barzah Dompet Dhuafa Layani Pemulangan Jenazah Secara Gratis
Pada program radio tersebut Bang Labing pun bercerita bagaimana DMC sebagai salah satu organ Dompet Dhuafa dapat mengatasi bencana dengan cepat dan merata. Padahal Indonesia cukup luas dan bencana bisa terjadi kapan saja.
Ia menjelaskan bahwa kuncinya ada pada solidaritas jaringan relawan di seluruh Indonesia. DMC memprioritaskan relawan yang dekat dengan lokasi untuk terjun melakukan aksi kemanusiaan.
"“Supaya dapat secepat mungkin menjangkau titik lokasi. Dengan catatan relawan tersebut sudah pernah mendapat pelatihan kebencanaan dari DMC,” terangnya.
Saat ini DMC sudah didukung oleh jaringan yang tersebar di seluruh Indonesia. Dulu, saat DMC baru terbentuk pada 1994, hampir semua relawan berdomisili di Jakarta sehingga memerlukan waktu tempuh yang lebih panjang ke lokasi bencana.