KOMPAS.com – Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena memiliki tanah yang subur dan sebagian penduduknya bekerja sebagai petani.
Sayangnya, fakta tersebut tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan para petani sebagai tulang punggung ketersediaan pangan nasional.
Kondisi tersebut disebabkan beberapa faktor, antara lain pola pertanian di Indonesia yang mayoritas masih konvensional dan literasi para petani yang minim untuk memaksimalkan potensi lahan pertanian.
Padahal, profesi petani di Indonesia memberikan peluang besar untuk mendapatkan keuntungan yang melimpah.
Hal tersebut disadari oleh Mamat Rahmad (41), seorang petani asal Cibodas, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Ia merupakan salah satu petani binaan program Desa Tani besutan Dompet Dhuafa Jawa Barat.
Dengan keinginan tinggi untuk menggarap pertanian berbasis keilmuan, Mamat bersemangat untuk mengikuti program Desa Tani Dompet Dhuafa.
Pria yang kerap disapa Mamang itu mengatakan bahwa bertani harus menggunakan ilmu. Bila zaman dulu orang tua bertani hanya sekedar menanam dan panen dengan hasil pas-pasan, petani zaman sekarang seharusnya bisa mendapatkan hasil lebih baik bila bertani menggunakan ilmu.
“Bila menggunakan ilmu, hasil pertanian bisa meningkat. Tanah juga tidak rusak karena pola yang salah tidak digunakan lagi. Misalnya, terlalu banyak menggunakan bahan kimia tanpa ukuran jelas,” ujar Mamang dalam rilis yang diterima Kompas.com, Sabtu (2/10/2021).
Mamang mengaku, potensi keuntungan bukan satu-satunya yang mendorong dirinya untuk meneruskan kiprah orangtuanya menjadi seorang petani.
Baginya, menjadi seorang petani merupakan terapi penyembuhan paling efektif bagi dirinya. Sebelumnya, Mamat terus beralih profesi di Kota Bandung selama 11 tahun. Bahkan, ia pernah terjatuh dalam dunia gelap narkotika.
Ia mengaku, sudah dua kali mendekam di hotel prodeo karena kedapatan memiliki narkoba.
Setelah kejadian tersebut, ia pun berpikir untuk kembali ke kampung halamannya dan menjadi petani seperti orangtuanya dulu.
“Sekarang, hati saya tenang, pikiran tidak pusing, badan saya juga jadi sehat karena tidak menggunakan narkoba lagi. Dengan kegiatan sehari-hari menggarap lahan, saya selalu bergerak dan cepat lepas dari ketergantungan narkoba,” kata Mamang.
Kebangkitan Mamang
Kebangkitan Mamang dari dunia kelam menjadi seorang petani hortikultura tidak serta merta tanpa hambatan. Kurangnya modal untuk memiliki lahan pribadi dan sarana lain, seperti bibit dan pupuk, membuat Mamat harus memutar otak demi menjalankan tekadnya.
Bahkan, ia sampai menggadaikan rumahnya untuk modal membuka lahan pertanian. Sayangnya, hasil panen tidak mampu membayar pinjaman dan mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Ia pun harus memutar otak untuk menutupi kekurangan tersebut.
“Harga pasar kadang tidak menentu dan kondisi cuaca juga tidak bisa diprediksi. Hal ini membuat tanaman di lahan terbuka cepat rusak dan gagal panen,” ujar Mamang.
Seiring berjalannya waktu, Mamat bisa mendapatkan apa yang selama ini diinginkan. Pertemuannya dengan Kang Ade, salah satu kader Desa Tani Dompet Dhuafa Jawa Barat, mengubah kesulitannya menjadi peluang baru.
Berkat sokongan dari Prudential, Mamat bisa bercocok tanam di bawah green house. Ia juga mendapatkan pendampingan secara penuh dari Dompet Dhuafa Jawa Barat serta diberikan sarana pendukung, seperti bibit, pupuk, dan lahan garapan.
Menurut Mamang, pemakaian green house membuat tanaman menjadi lebih aman, meski cuaca tidak menentu. Petani yang bekerja juga lebih terlindung dari sengatan sinar matahari.
Dengan green house seluas 250 meter persegi, kata Mamang, hasilnya panennya sebanding dengan 1.000 hektare (ha) lahan pertanian terbuka, bahkan lebih.
“Pada program Desa Tani Dompet Dhuafa Jawa Barat, kami juga diajarin cara membuat pupuk yang benar, pemilihan jenis tanaman, cara merawat, sampai dicarikan pasarnya untuk menjual hasil panen,” katanya.
Keyakinan serta ketekunan Mamang untuk meningkatkan kemampuan di bidang pertanian membuatnya mampu memiliki lahan pribadi.
Pada usia yang terbilang sudah tidak muda, Mamang tidak sungkan untuk bertanya dan belajar kepada generasi milenial untuk mengasah kemampuannya dalam bertani. Saat ini, Mamat sudah bisa dikatakan sebagai petani modern yang sukses di Kecamatan Lembang.
“Alhamdullilah, cicilan yang dulu sudah hampir selesai dari hasil tani. Kebutuhan keluarga sehari-hari tercukupi. Saya sudah punya lahan pribadi, walaupun tidak besar dari hasil menabung di sini. Itulah yang saya bilang bahwa bertani perlu pakai ilmu, bumi pun akan kasih kita lebih,” ujarnya.
Staff Program Pendidikan dan Ekonomi Dompet Dhuafa Jawa Barat Aca Sujana mengatakan, program Desa Tani tidak hanya memberikan sarana produksi seperti bibit, tetapi juga membangun sarana lain seperti green house untuk meningkatkan hasil produksi.
Hal terpenting, kata Aca, program Desa Tani mampu memberikan pendampingan secara penuh untuk mengedukasi para petani agar lebih modern dan mampu mendatangkan keuntungan lebih dari pertaniannya.
“Bahkan, kami juga menyiapkan pasar untuk menampung hasil pertanian mereka agar tersalurkan,” kata Aca.