KOMPAS.com - Dompet Dhuafa berupaya mendukung pemerintah dalam Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas). Upaya ini dilakukan melalui kerja sama dengan Direktorat Usia Produktif dan Lanjut Usia (Lansia) Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Kerja sama kedua pihak itu ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) terkait pelaksanaan swakelola program sosialisasi dan koordinasi gerakan kesehatan lansia di Le Méridien Jakarta, Tanah Abang, Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta, Selasa (6/8/2022).
Penandatanganan kesepakatan tersebut dilakukan oleh Direktur Dakwah, Budaya dan Pemberdayaan Masyarakat Dompet Dhuafa Ahmad Sonhaji, Direktur Resource Mobilization (Remo) Dompet Dhuafa Etika Setiawanti, serta Direktur Usia Produktif dan Lansia Kemenkes Kartini Rustandi.
Kesepakatan kerja sama itu merupakan wujud komitmen Dompet Dhuafa untuk membentuk setidaknya 1.000 lansia sehat, mandiri, aktif, dan produktif (SMART) melalui pemberdayaan masyarakat.
Adapun kegiatan yang akan dicanangkan berupa edukasi, pemeriksaan kesehatan, dan deteksi dini kesehatan fisik maupun mental.
Baca juga: Selain Kesehatan Fisik, Ahli Ingatkan Pentingnya Menjaga Kesehatan Mental Anak
Direktur Dakwah, Budaya dan Pemberdayaan Masyarakat Dompet Dhuafa Ahmad Sonhaji mengatakan, program kerja sama tersebut bertujuan mengoptimalkan peran lansia sebagai agent of change (AoC) atau agen perubahan.
Peran lansia sebagai AoC adalah meningkatkan pengetahuan dan kemampuan mengedukasi sesama lanjut usia, serta terlibat aktif dalam skrining dan layanan kesehatan lansia.
“Upaya ini dilakukan berkoordinasi dengan puskesmas setempat di wilayah kerja Layanan Kesehatan Cuma-cuma (LKC) Jawa Tengah (Jateng) dan LKC Sumatera Selatan (Sumsel) melalui penguatan pos sehat Dompet Dhuafa dengan semua stakeholder terkait,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (7/9/2022).
Sementara itu, Direktur Resource Mobilization (Remo) Dompet Dhuafa Etika Setiawanti menyebutkan, target pelaksanaan program tersebut akan berada di empat kabupaten atau kota di dua provinsi.
Adapun dua provinsi yang dimaksud, yaitu Jateng dan Sumsel. Program ini juga akan berlangsung hingga Rabu (30/11/2022).
Baca juga: Pengembangan SDM Berkualitas Penting untuk Jawab Krisis Pangan, Energi, dan Iklim Global
“Program tersebut akan menjadi program berkelanjutan di bidang pembangunan kesehatan dalam rangka mendukung pengembangan SDM Indonesia yang unggul,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Usia Produktif dan Lansia Kemenkes Kartini Rustandi mengatakan, program tersebut memerlukan strategi implementatif yang melibatkan kerja sama.
“Utamanya kerja sama dengan berbagai pihak seperti organisasi profesi atau organisasi kemasyarakatan. Hal ini berguna demi kesinambungan program,” katanya.
Mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS) Februari 2022, penduduk Indonesia mencapai 274,74 juta orang dengan jumlah pekerja sebanyak 135,61 juta orang.
Dari data BPS, Kartini mengatakan, peningkatan proporsi usia kerja menjadi tantangan sekaligus peluang.
Baca juga: 52 Persen Kasus Aktif Covid-19 di Kota Bekasi Berasal dari Kelompok Usia Kerja
“Diperkirakan, puncak bonus demografi di Indonesia terjadi pada 2035. Hal ini adalah kondisi mayoritas penduduk Indonesia berada pada usia produktif,” ujarnya.
Dengan kualitas sumber daya manusia (SDM) pada masa tersebut, Kartini meyakini, Indonesia memiliki peluang menjadi negara maju.
Di samping itu, sebut dia, proyeksi fenomena ageing population atau penuaan penduduk akan mencapai 19,9 persen pada 2045. Hal ini dapat menjadi bonus demografi kedua bagi Indonesia.
“Fenomena penuaan penduduk itu dapat terjadi jika para lansia masih bisa berdaya dan produktif,” imbuh Kartini.
Meski demikian, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menyebutkan bahwa telah terjadi peningkatan faktor risiko perilaku penyebab prevalensi penyakit tidak menular.
Baca juga: Mengenal Bahaya Penyakit Tidak Menular dan Cara Mencegahnya
Adapun persentase faktor risiko itu dialami penduduk kurang mengkonsumsi buah dan sayur sebesar 95,5 persen, penduduk memiliki kebiasaan merokok 33,8 persen, dan 33,5 persen penduduk kurang beraktivitas fisik.
“Banyaknya persentase faktor risiko perilaku penyebab prevalensi penyakit tidak menular itu menandakan perlunya penguatan promotif dan preventif,” jelas Kartini.