KOMPAS.com – Hidup mengabdi sebagai relawan kegiatan kemanusiaan merupakan hal yang jarang dilakukan oleh banyak orang, khususnya bagi seorang perempuan.
Namun, hal itu tidak dirasakan oleh Erika Widianti (23). Ia merupakan satu-satunya perempuan dalam tim Search and Rescue ( SAR) Disaster Management Center (DMC) Dompet Dhuafa. Posisinya sebagai anggota tim SAR membuatnya terbiasa dengan suasana di tempat kerja.
“Di tim SAR DMC Dompet Dhuafa ini saya menjadi perempuan satu-satunya dalam tim evakuasi sejak hari pertama bergabung. Banyak hal yang telah dilalui, mulai dari rasa takut saat melakukan evakuasi hingga mendengar kata innalillahi saja membuat tidur saya jadi tidak nyenyak,” ungkap Erika dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Kamis (8/12/2022).
Sebelum terjun menjadi tim SAR DMC Dompet Dhuafa, Erika merupakan relawan yang bergerak di bidang kesehatan.
Saat itu, ia bertugas untuk mengantarkan pasien yang tidak mampu untuk mendapatkan pelayanan medis yang layak.
“Pasien yang telah saya tolong tidak terhitung jumlahnya berapa. Hal itu yang membuat saya berani menjadi tim SAR DMC Dompet Dhuafa karena telah terbiasa mengantarkan pasien hingga mengurusi jenazah,” ujar Erika.
Setelah mengabdi selama satu tahun, Erika mengaku tertarik bergabung dalam kegiatan kemanusiaan karena ia membayangkan posisinya sebagai korban yang membutuhkan pertolongan segera.
“Timbul rasa duka di dalam diri saya sama seperti yang dirasakan oleh para korban dan keluarga. Apalagi di saat melihat korban kecelakaan dan tidak ada warga yang menolong, dari situ timbul rasa ingin menolong. Walaupun rasa takut saat melihat korban tetap ada dan membuat saya susah tidur,” jelasnya.
Baca juga: Gempa Cianjur, Tim DMC Dompet Dhuafa Fokus Evakuasi Korban dan Pelayanan Kesehatan Darurat
Maka dari itu, kata Erika, kegiatan kemanusiaan seperti itu merupakan hal yang sudah biasa bagi dirinya, mulai dari mencari korban-korban yang hilang, mengangkat puing-puing reruntuhan, mengangkat kantong jenazah, dan lain sebagainya.
“Cukup membekas di ingatan saya ketika melakukan evakuasi korban anak kecil. Karena hal itu mengingatkan saya kepada anak dan adik saya di rumah. bagaimana jika korban tersebut adalah anak dan adik saya? Sehingga setiap melihat jenazah, saya pasti merasa kehilangan juga walaupun itu orang lain,” katanya.
Perempuan asal Bandung tersebut menjadi relawan berkat kesehariannya melihat kegiatan kegiatan kemanusian yang dilakukan oleh keluarganya.
Sebab, diketahui, sang ibu merupakan relawan kemanusiaan yang juga bergerak di bidang kesehatan. Suaminya juga turut tergabung dalam lembaga kemanusiaan di Indonesia.
Tak heran, apabila di sela-sela istirahatnya, Erika akan melakukan sambungan telepon dengan seluruh keluarganya untuk mengobati kerinduan.
Baca juga: Antisipasi Dampak Bencana Alam, DMC Dompet Dhuafa Gelar Pelatihan Vertical Rescue
“Biasanya saat istirahat atau sebelum memulai kegiatan, saya menyempatkan untuk melakukan video call group bersama dengan keluarga untuk sekadar tahu kondisi satu sama lain, memberikan semangat dan doa,” imbuhnya.
Tak hanya itu, sesekali dalam beberapa kesempatan, ia juga bertemu dengan sang suami di lokasi pencarian korban bencana.
Seperti belum lama ini, Erika mengaku bertemu dengan suami di salah satu titik pencarian korban gempa bumi Cianjur.
“Walaupun berbeda lokasi, tapi kita saling mendoakan dan kita jarang sekali bertemu. Sekalinya bertemu ya di lokasi lapangan tempat kita mengabdi kegiatan kemanusiaan,” tuturnya.
Di akhir cerita, Erika berharap yang terbaik untuk para penyintas bencana di mana pun berada. Ia mendoakan agar keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan serta korban meninggal dunia bisa ditempatkan di tempat terbaik di sisi Tuhan.
“Saya berharap bagi para penyintas bencana, khususnya anak-anak agar tidak mengalami trauma yang berkepanjangan. Selama ini saya sangat bersyukur karena bisa memberikan bantuan dan sumbangsih bagi penyintas maupun dunia kemanusiaan, sehingga bisa bermanfaat untuk rekan dan saudara kita di Tanah Air,” tutupnya.