KOMPAS.com – Direktur Advokasi Kebijakan Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) Agung Pardini menegaskan bahwa pemerintah belum sepenuhnya memberikan kesejahteraan yang layak bagi guru honorer.
Adapun kesejahteraan guru honorer telah diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Beleid tersebut telah mencantumkan aturan tentang hak penghasilan yang layak bagi guru.
"Dari 3,7 juta guru di Indonesia, sebanyak 2,06 juta atau 56 persen merupakan guru honorer atau tidak tetap. Sebagian besar dari mereka masih menerima upah yang jauh dari layak, bahkan di beberapa daerah masih banyak yang dibawah Rp 500 ribu,” katanya dalam keterangan tertulis, Sabtu (30/11/2024).
Agung menambahkan, sumber gaji guru honorer masih ditopang oleh dana bantuan operasional sekolah (BOS). Alokasi gaji guru honorer dari dana BOS memiliki regulasi pembagian, yakni maksimal 50 persen untuk sekolah di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan 60 persen untuk sekolah di bawah Kementerian Agama (Kemenag).
"Simulasi IDEAS mengungkapkan rata-rata gaji guru honorer yang ditopang dana BOS hanya berkisar antara Rp 780.000 hingga Rp 3,3 juta, tergantung jenjang pendidikan," imbuhnya.
Baca juga: Lewat Program Ini, Dompet Dhuafa Bersama BI Tingkatkan Akses Air Bersih di Magelang dan Semarang
Selain itu, Agung turut menyebutkan rata-rata gaji guru honorer tingkat nasional, di antaranya guru honorer sekolah dasar (SD) mendapatkan gaji sebesar Rp 1,2 juta, guru honorer sekolah menengah pertama (SMP) sebesar Rp 1,9 juta.
Kemudian, guru honorer sekolah menengah atas (SMA) mendapatkan gaji sebesar Rp 2,7 juta, serta guru sekolah menengah kejuruan (SMK) sebesar Rp 3,3 juta.
"Namun, kondisi guru madrasah jauh lebih memprihatinkan, dengan gaji rata-rata hanya Rp 780.000 untuk madrasah ibtidaiyah (MI), Rp 785.000 untuk madrasah tsanawiyah (MTs), dan Rp 984.000 untuk madrasah aliah (MA)," paparnya.
Rasio guru dan murid yang kecil di daerah tertentu, lanjut dia, menjadi salah satu penyebab alokasi dana BOS tidak mencukupi untuk memberikan gaji layak bagi para guru honorer.
"Bahkan jika porsi dana BOS dinaikkan lebih dari 60 persen, tetap saja tidak akan cukup untuk mencapai kesejahteraan yang layak," ungkapnya.
Baca juga: GREAT Edunesia Dompet Dhuafa Raih Trofi SNI Award 2024 untuk Program Pendidikan Berkualitas
Kenyataan pahit menjadi guru honorer dihadapi oleh Andriyawati (45), yang mengajar di SD Negeri 6 Wawonii Barat, Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara. Guru yang akrab disapa Bu Ati ini telah mengabdikan diri sebagai guru selama 17 tahun. Kini, ia sedang menjalani proses pengangkatan menjadi guru Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Ia memiliki dedikasi dan cita-cita besar untuk siswa-siswinya agar menjadi pribadi yang cerdas serta berakhlak. Sayangnya, perjuangannya menjadi semakin tidak mudah karena carut-marut nasib guru honorer yang tidak selesai meski kurikulum terus berganti.
Padahal, perjuangan guru, terutama di daerah, menurut Ati tidaklah mudah. Untuk mencapai sekolah tempatnya mengajar, ia harus melalui perjalanan terjal. Kondisi jalan semakin sulit saat musim hujan.
Selain itu soal honor, Bu Ati juga menyoroti kondisi sekolah yang rusak dan menciptakan tantangan untuk mengajar. Sebanyak 50 siswa didiknya tak jarang harus dipindah ke perpustakaan atau bergabung dengan kelas lain sehingga proses belajar mengajar kurang efektif.
Menanggapi situasi yang dihadapi guru honorer, Deputi Direktur Corporate Secretary Dompet Dhuafa Dian Mulyadi menyampaikan bahwa kesejahteraan guru menjadi sangat penting dalam mengoptimalkan upaya mencerdaskan bangsa.
“Peran guru sangat penting untuk mengoptimalkan model pembelajaran, tanggung jawab mencerdaskan bangsa menjadi tugas kita bersama. Kami berharap guru terus semangat menciptakan generasi penerus bangsa yang memiliki karakter mulia,” paparnya.
Baca juga: Dompet Dhuafa dan Grand Indonesia Gelar Layanan Kesehatan Gratis untuk Warga Tanah Abang
Analis Kebijakan dari Pusat Standar dan Kebijakan Pendidikan (PSKP) Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) Lukman Solihin mengatakan, kemampuan guru juga perlu ditingkatkan untuk meningkatkan capaian hasil belajar siswa.
“Dengan memiliki growth mindset dan adaptif karena kemampuan ini terbukti berkolerasi dengan penguatan kompetensi guru serta capaian hasil belajar siswa,” ujarnya.
Selain itu, Sekretaris Lembaga Social Monitoring and Early Response Unit (SMERU) Research Institute Heni Kurniasih mengungkapkan, kualitas guru menjadi faktor penting dalam menentukan kualitas pendidikan dan capaian siswa.
“Kualitas guru perlu ditingkatkan melalui kebijakan koheren seperti pengembangan karier guru, pendidikan profesi guru, penempatan guru dan pengembangan profesionalisme guru,” paparnya.
Baca juga: FGD Ke-4 Dompet Dhuafa Dorong Generasi Muda untuk Bangun Kepemimpinan Profetik lewat Budaya
Pada kesempatan berbeda, Chief Executive Officer (CEO) Gerakan Kerelawanan Internasional (Great) Edunesia Asep Hendriana mengajak masyarakat untuk mengembalikan kesejahteraan guru di seluruh Indonesia agar misi mencerdaskan bangsa dapat tercapai.
“Great Edunesia mengajak masyarakat mengembalikan kebanggaan dari sosok seorang guru. Kita harus menghormati perjuangan mereka mencerdaskan jutaan anak bangsa termasuk para calon pejabat daerah yang akan menduduki di wilayah masing-masing,” ujarnya.