KOMPAS.com - Di balik keindahan alam pedesaan Kecamatan Bawang, Kabupaten Banjarnegara, tersembunyi kisah perjuangan sebuah keluarga.
Di balik senyum sederhana Jauhar (31) dan Ana (30), harapan untuk memiliki anak yang sehat dan sempurna pupus. Pasalnya, mereka harus berjuang keras menghadapi kenyataan pahit dengan kondisi sang anak tercinta.
Diagnosis gangguan pendengaran yang cukup berat pada anak semata wayang keduanya menjadi ujian berat yang harus mereka hadapi.
Namun, demi melihat Yazdan (3) bisa mendengar dunia, pasangan suami-istri itu rela menjual satu-satunya kendaraan bermotor yang menjadi alat operasional utamanya sehari-hari.
Jauhar sangat ingin membelikan dua unit alat bantu dengar (ABD) pada Yazdan agar terapinya dapat lebih maksimal sehingga diharapkan dapat mengejar ketertinggalan anaknya.
Dengan keputusan sulit, kendaraan sebagai teman setianya sejak lama itu pun dijual.
“Waktu itu, kami hanya menangis dan bingung harus bagaimana dan bisa apa? Pernah direkomendasikan dokter spesialis lakukan operasi implan koklea, kami belum sanggup,” katanya dalam siaran pers, Selasa (26/8/2024).
Baca juga: Menembus Malam dan Menghapus Kelam, Kisah Dompet Dhuafa Alirkan Listrik di NTT
Namun, Jauhar juga ingin maksimalkan upaya untuk membantu Yazdan selagi masa tumbuh kembangnya. Untuk itu, dia dan Ana memutuskan menjual motor untuk membeli satu unit ABD.
Membeli ABD yang harganya cukup fantastis bagi mereka juga menjadi tantangan tersendiri. Namun, semangat mereka untuk memberikan yang terbaik bagi Yazdan tak pernah padam.
Di sisi lain, tantangan juga datang dari lingkungan sekitar. Yazdan yang masih sulit berbicara membuatnya kerap diejek teman-teman sebayanya.
“Hambatan sudah pasti pada komunikasi, apalagi pada balita (bayi di bawah lima tahun). Kami tidak tahu keinginan dia (Yazdan), tiba-tiba hanya marah, begitupun komunikasi terhadap teman-temannya. Namun, alhamdulillah, dia selama ini nalar dan cepat toilet training-nya sudah bisa,” ujar Ana.
Sebelumnya, saat Yazdan berusia hampir dua tahun, kedua orangtuanya makin khawatir dengan tumbuh kembangnya.
Baca juga: Dompet Dhuafa dan Payakumbuah Salurkan 1.000 Paket Sembako untuk Anak Yatim dan Duafa
Yazdan tidak menoleh ketika dipanggil dan sedikit sekali bersuara (speech delay). Padahal, usia 0-6 tahun merupakan periode yang amat penting bagi seorang anak atau menjadi masa emas dalam tahap pertumbuhan anak.
Sejak saat itu, Jauhar dan Ana mencoba melakukan fisioterapi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Hj Anna Lasmanah Banjarnegara.
Selama menjalani fisioterapi, Yazdan masih kesulitan untuk merespons suara sehingga dari dokter spesialis anak menganjurkan untuk melakukan tes pendengaran.
Saat itu, diketahui bahwa Yazdan mengalami gangguan pendengaran cukup berat dengan tingkat pendengaran 98 desibel (dB) untuk telinga kanan dan 97.5 dB untuk telinga kiri. Yazdan pun disarankan menggunakan ABD.
Nasib Yazdan yang membutuhkan penanganan khusus terus menjadi perhatian Jauhar dan Ana. Sayangnya, keterbatasan ekonomi keluarga membuat mereka tidak leluasa dalam menghadapi situasi tersebut.
Selain memikirkan biaya hidup sehari-hari, mereka juga harus merawat sang ibu dari Ana yang sudah lansia dan tinggal bersamanya.
Di tengah perjuangan mereka, sebuah keajaiban datang. Jauhar mendapatkan informasi bahwa Dompet Dhuafa memiliki program bagi mereka yang memiliki gangguan pendengaran. Jauhar pun mencoba mengajukan bantuan satu unit ABD untuk anaknya.
Melalui program donasi, Jauhar dan Ana mendapatkan bantuan ABD tambahan untuk Yazdan. Kebaikan hati para donatur semakin menguatkan semangat mereka untuk terus berjuang.
Sejak menggunakan sebuah ABD, perubahan mulai terlihat pada Yazdan. Mata bulatnya yang dulu sering kosong kini berbinar penuh semangat.
Ia mulai merespons suara-suara di sekitarnya dan mencoba meniru ucapan orang-orang di sekitarnya.
Meskipun belum bisa berbicara dengan lancar, setiap kemajuan kecil yang ia capai menjadi kebahagiaan tersendiri bagi keluarga.
“Reaksi pertama menggunakan ABD itu Yazdan takut dan nangis. Mungkin ia kira itu alat apa dan kaget mendengar suara pertama kali, lama-kelamaan mulai terbiasa,” kata Ana.
Ana mengatakan, meskipun Yazdan terlahir dalam keadaan khusus, dia selalu mendukung dan menguatkan mental, berdamai, dan menerima keadaan.
“Kelak nanti sekolah, yang akan pertama kali kami kasih tahu terkait Yazdan, ya guru-nya,” ujar Ana.
Baca juga: DMC Dompet Dhuafa Gelar Pelatihan Penanggulangan Bencana Berbasis Masjid di Sragen
Jauhar pun bersyukur dengan bantuan yang diberikan Dompet Dhuafa. Dia meyakini kondisi keluarganya juga dialami banyak juga orangtua dan anak lain di luar sana.
“Sekarang, saya penerima manfaat. Semoga nanti saya yang bisa ikut membantu anak-anak lain,” sebutnya.
Tim Strategic Partnership Dompet Dhuafa Jawa Tengah (Jateng) Unit Purwokerto Syinta mengatakan, bantuan ABD bagi anak-anak dengan gangguan dengar (tuli) merupakan salah satu aktivitas program Peduli Tuna Rungu Indonesia.
Dompet Dhuafa Jateng menggulirkan program itu melalui Layanan Kesehatan Cuma-Cuma (LKC) Jateng Tengah sejak 2016.
“Bantuan ABD ini juga sebagai wujud partisipasi dalam upaya rehabilitasi anak-anak dengan gangguan dengar untuk dapat berkomunikasi (bicara),” jelasnya.
Untuk diketahui, gangguan pendengaran bisa ringan, sedang, berat atau sangat berat. Gangguan ini dapat memengaruhi satu telinga atau kedua telinga dan menyebabkan kesulitan mendengar percakapan atau suara keras.
Orang-orang yang memiliki gangguan pendengaran biasanya berkomunikasi melalui bahasa lisan dan dapat memperoleh manfaat dari alat bantu dengar, implan koklea, dan perangkat bantu lainnya serta teks terjemahan.
Tidak hanya dalam wujud bantuan ABD, pendampingan juga dilakukan bersama komunitas-komunitas lain yang konsen pada isu disabilitas tuli.
Bantuan itu, di antaranya kampanye bahasa isyarat, pemeriksaan gangguan pendengaran, aktivitas promotif-preventif lain seperti seminar-seminar.
Sebuah keluarga di pedalaman Banjarnegara itu membuktikan bahwa cinta dan kasih sayang mampu mengatasi segala keterbatasan. Meski hidup sederhana, mereka berjuang keras agar anak mereka yang tuli bisa mendengar dunia.
Baca juga: Lewat Al Quds Indonesia, Dompet Dhuafa Terus Perjuangkan Kemerdekaan Palestina
Pengorbanannya menjadi hal baik yang sepatutnya kita dengar. Layaknya jika di toko-toko ada promo “Beli Satu, Dapat Satu”, maka kisah keluarga Yazdan mengabarkan bahwa “Beri Satu, Dapat Lebih”.