KOMPAS.com – Sejumlah aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) terus menyuarakan penolakan terhadap Undang-undang ( UU) Pertambangan Mineral dan Batubara ( Minerba).
Salah satu penolakan datang dari Ketua Lekrindo Jamil Handaling. Dia mengatakan, UU Minerba yang baru akan memiskinkan daerah karena pajak dan retribusi tambang dinikmati pemerintah pusat.
"Itu kan (tambang) salah satu sumber pemasukan daerah. Kalau semua diatur pusat, lantas bagaimana dengan di daerah," ujarnya, Selasa (23/11/2021).
Tidak hanya itu, Jamil menilai, UU Minerba juga bertentangan dengan UU Otonomi Daerah (Otoda).
Dia menjelaskan, dalam UU Otoda, pemerintah daerah (pemda) berhak mengatur tata kelola di daerah masing-masing, termasuk membuat peraturan daerah (perda) soal pajak dan retribusi pertambangan.
Baca juga: Mengintip Bisnis Luhut, Menteri Jokowi yang Kaya Raya dari Batubara
"Inikan merugikan pemda. Sama sekali tidak menguntungkan daerah," tegasnya seperti keterangan tertulis yang diterima Kompas.com.
Meski telah ditandatangani Jokowi, Jamil tetap mendesak UU Minerba ditinjau kembali.
Menurutnya, wakil rakyat yang duduk di senayan harus peka menyikapi UU tersebut demi kesejahteraan masyarakat di daerah.
"Wakil rakyat di pusat harus peka. Berikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengelola sumber daya alamnya," katanya.
Sebelumnya, ratusan massa yang mengatasnamakan Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI) berunjuk rasa di depan Kantor DPRD Kalimantan Selatan (Kalsel) pada, Senin (15/11/2021).
Baca juga: UU Minerba Dinilai Rugikan Daerah, KAKI Unjuk Rasa di Kantor DPRD Kalsel
Mereka menolak UU Minerba soal Pajak dan Retribusi Daerah Nomor 10 Tahun 2021 (PP 10/2021) yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 2 April 2021.